Hey Dad look at me
Think back and talk to me
Did I grow up according
To plan?
Do you think I’m wasting
My time doing things I
Wanna do?
But it hurts when you
Disapprove all along
Hmmm…lho ko’ nyanyi!? Ga’ apa-apa lah sekali-kali. hehehe… Ada yang tau potongan lirik lagu di atas?? Yup, benar sekali itu merupakan potongan lirik dari lagu “Perfect” yang dibawakan oleh Simple Plan. Nah, tulisan kali ini terinspirasi setelah saya mendengarkan lagu itu, bukan untuk pertama kalinya sih saya mendengarkan lagu itu karena sejujurnya saya sudah suka lagu ini dari zaman SMA dulu karena liriknya sangat bermakna. Hehehe….
Ada satu kalimat dari potongan lirik itu yang paling berkesan bagi saya, yaitu kalimat “Did I grow up according to plan??”. Apakah kita sudah tumbuh menjadi apa yang orang tua kita inginkan?? Sebuah pertanyaan sederhana namun sangat dalam maknanya.
Sebelum melanjutkan, saya akan bercerita sedikit mengapa tiba-tiba saya begitu memikirkan pertanyaan itu. Saya adalah orang yang punya hobi untuk merencanakan suatu hal untuk hidup saya, bisa dibilang memiliki sifat yang cenderung berjiwa konseptor. Kata ibu saya sih turunan dari sang ayah. hehehe… Yah, sejak kecil saya memang sudah terbiasa atau lebih tepatnya dibiasakan oleh ayah saya untuk membuat rencana-rencana dahulu sebelum mengambil tindakkan. Contohnya dulu sewaktu masih kecil saya diajarkan untuk menabung dengan cara menuliskan daftar mainan yang saya inginkan terlebih dahulu lalu disuruh menyisakan uang jajan untuk membeli mainan sesuai dengan apa yang saya tuliskan. Bingung ya’?? ya intinya saya menuliskan rencana-rencana akan membeli mainan apa ke dalam sebuah buku, lalu disuruh mewujudkan apa yang saya tulis itu dengan usaha sendiri. Jadi tuh “buku rencana” juga berfungsi sebagai motivator untuk menjaga konsistensi saya terhadap rencana yang saya bikin sendiri. Ceritanya waktu itu saya ingin membeli sebuah action figure Dragon Ball yang harganya saat itu adalah 15.000. Nah, dalam masa nabung itu saya sering menemukan titik jenuh atau merasa bosan karena uangnya ga’ terkumpul-kumpul, maklumlah nabungnya dari uang jajan yang paling-paling cuma Rp.500 perhari. Belum lagi jika banyak godaan tukang jajan yang lewat. (wajar kan klo anak kecil doyan jajan) hehehe… Nah disitulah peran buku rencana saya terasa. Ketika mulai jarang menyisihkan uang jajan, saya disuruh (atau dipaksa) melihat kembali apa yang saya tulis, yaitu daftar mainan yang saya inginkan, jadinya saya semangat lagi untuk nabung demi mengejar impian itu. hehehe.. Hasilnya saya berhasil membeli action figure Saint Saiya, sebuah mainan pertama yang saya beli dengan cucuran keringat dan semangat sendiri. hehehe… Kalau ada yang bertanya kenapa yang dibeli itu mainan Saint Saiya bukan Dragon Ball seperti yang saya rencanakan, saya juga lupa alasannya kenapa mungkin karena nabungnya kelamaan dan mainan Dragon Ball udah kurang populer kali. Tahulah, namanya juga anak-anak. hehehe…
Kebiasaan itu (kebiasaan membuat rencana maksudnya) masih saya lakukan sampai sekarang, kali ini dalam skala yang lebih luas lagi yaitu merancang rencana besar bernama peta hidup. Sekedar informasi (sebenarnya sih rahasia) saya sudah membuat peta hidup dengan rencana-rencana apa yang akan saya lakukan kedepannya sampai 20 tahun mendatang. Rencananya sih mau bikin sampai 50 tahun kedepan, tapi ternyata bikin sampai 20 tahun aja susah. hehehe… Yup, saya sudah merencanakan mau ngapain di semester depan, tahun-tahun berikutnya, setelah lulus nanti, tentang pendidikan saya nanti. Bahkan, Ehm, saya sudah mempunyai target di usia berapa akan menikah, dan kemana saya akan mengarahkan keluarga yang saya bangun nanti. Semua itu tertulis rapih di dalam buku peta hidup saya.
Lalu apa hubungannya dengan lirik lagu tadi??
Di buku peta hidup saya itu sudah tertulis juga rencana-rencana yang berhubungan dengan keturunan saya nantinya. Seperti jumlahnya, bagaimana saya mendidiknya, dan akan saya arahkan untuk menjadi seperti apa mereka nantinya. Semuanya sudah tertulis dengan rapih dan semuanya itu adalah rencana yang sempurna menurut saya sehingga begitu besar keinginan saya untuk mewujudkannya. Sampai kemarin ketika sedang iseng membaca-baca peta hidup saya itu terlintas sebuah pikiran saya, apakah dulu ayah saya melakukan hal yang sama membuat peta hidupnya sendiri?? Lalu apa yang dituliskan ayah saya tentang diri saya di dalam peta hidupnya itu?? Did I grow up according to your plan?? Apakah saya sudah membuat orangtua saya bangga atau sebaliknya?? Apakah keputusan-keputusan yang saya ambil selama ini diridhoi oleh mereka karena memang itu sesuai dengan apa yang mereka harapkan atau karena mereka mengalah dan mengikuti keegoisan saya saja?? Semua pertanyaan itu sangat ingin saya temukan jawabannya, namun sayangnya sekarang ini saya belum punya cukup keberanian untuk menanyakan dan mendengarkan jawabannya. Untungnya orangtua saya ga’ pernah baca blog saya ini ya’. hehehehe…
Dari sini ganti sudut pandang dulu ya, dari penggunaan kata saya menjadi kita.hehehe…
Menjadi orang tua amatlah berat dan sangat membutuhkan keikhlasan yang luar biasa. Ah, Berli So’ tau nih… Weits,,,jangan salah!! Sotoy-sotoy gini juga udah pernah diajarkan banyak hal tentang mendidik anak dari Ibu tercinta.hehe… Dari semua yang telah diajarkan beliau, satu hal yang paling “mengena” adalah ketika beliau berkata “akan ada waktunya ketika anakmu nanti sibuk dengan kehidupan keluarganya sendiri, saat itulah sebuah keikhlasan dari orang tua benar-benar diuji”.
Jika kita pikirkan kembali kata-kata itu, ada benarnya juga ya’. Coba deh kita bayangkan bagaimana sejak kecil dulu kita dididik oleh kedua orang tua kita, bagaimana ketika mereka tetap sabar menghadapi kenakalan-kenakalan kita, berapa besar cinta dan kasih sayang yang mereka berikan kepada kita. Bahkan mungkin saja mereka mengorbankan kepentingan mereka demi menuruti keinginan kita, yang tidak lain adalah anaknya. Pernah saya membaca cerita tentang orangtua yang bekerja mati-matian untuk membelikan anaknya sepasang sepatu, bahkan sempat saya temui dalam sebuah artikel seorang ayah yang sampai berani mencuri dan dihakimi masa hanya karena berusaha untuk memenuhi keinginan anaknya untuk mempunyai sebuah sepeda. Subhanallah begitu besar pengorbanan orang tua untuk anaknya. Apa yang sudah orang tua berikan kepada kita rasanya tidak mungkin kita balas.
Kembali ke pertanyaan awal, Did I grow up according to plan?? Itulah pertanyaan yang sangat layak kita ketahui jawabannya. Semua pengorbanan dan segala yang telah orang tua berikan dalam mendidik sang anak sudah pasti diiringi harapan agar sang anak tumbuh menjadi apa yang mereka inginkan. Dan saya rasa tidak ada orang tua yang menginginkan hal buruk yang didapat oleh sang anak. Lalu bagaimana dengan kita yang memiliki sudut pandang sebagai seorang anak?? Suatu saat nanti ketika kita sudah mendapatkan peran sebagai orang tua, kita mungkin akan melakukan hal yang sama yaitu berusaha memberikan yang terbaik kepada anak kita kelak. Masalahnya selain memberikan yang terbaik kepada anak kita nanti, apakah kita juga sudah memberikan yang terbaik untuk orang tua kita?? Bayangkan jika kita sudah menjadi orang tua dan telah memberikan yang terbaik untuk anak kita, kemudian anak kita tumbuh dewasa dan berkeluarga, lalu sebagian besar waktunya adalah untuk anaknya, bukan untuk kita yang merupakan orang tuanya. “…suatu saat keikhlasan orang tua terhadap apa yang telah dia berikan kepada anaknya akan diuji”. Mungkin maksud dari perkataan itu adalah seperti yang diilustrasikan di atas.
Lalu bagaimana dengan kita?? sudahkah kita membuat orang tua kita bangga karena telah tumbuh menjadi apa yang mereka harapkan?? Jawabannya, tentu saja hanya orang tua kita yang tahu. Mungkin yang bisa kita lakukan adalah berusaha memberikan yang terbaik untuk membalas apa yang telah orang tua berikan kepada kita, yaitu dengan berusaha sekuat tenaga untuk membuat mereka bangga.
Lalu kalau saya sendiri gimana??
Hmmm…yang jelas ketika nanti saya bertanya “Did I grow up according to plan??” jawaban yang sangat ingin saya dengar adalah “..As I expected, You are my son”. Dan pastinya jawaban itu keluar bukan hanya karena ingin membuat sang anak senang, tetapi karena benar-benar berasal dari ketulusan hati orang tua kepada anaknya. Jadi,,,SEMANGAT…. I will make them proud of me, I promise….
Pingback: arieffurqon.com » Blog Archive » Menata Hidup, Merancang Masa Depan()