Musyawarah, mungkin sudah sering kita dengar kata-kata itu sedari kecil dahulu. Lalu apakah kali ini saya akan membahas tentang musyawarah?? Ya’ tidak sepenuhnya seperti itu juga sih, hanya saja kegiatan di kampus saya (baca: Fasilkom) diakhir bulan April ini banyak yang berhubungan dengan musyawarah. Yup, buat informasi saja di kampus saya sedang musim pemilihan umum, dimulai dari pemilihan ketua BEM Fasilkom, pemilihan anggota independen DPM, dan pemilihan ketua BSO (Badan Semi Otonom) di Fasilkom seperti FUKI dan lain-lainnya. Gaya proses pemilihannya pun bermacam-macam dari mulai eleksi sampai seleksi ada semua.
Dari pemilihan-pemilihan para ketua kelembagaan tersebut, yang paling saya nikmati dan paling terasa indah adalah saat Musyawarah Pemilihan Ketua FUKI. Tenang-tenang alasannya bukan karena saya salah seorang yang dicalonkan, tapi karena prosesnya dijalankan secara murni musyawarah. Hanya itukah alasannya?? yah memang “hanya”, tapi begitu besar makna yang tersirat dibelakangnya. (Haiiah, sok bijak.Hehehe). Yup, sejujurnya saya lebih menyukai proses pemilihan yang dilandaskan berdasarkan musyawarah ketimbang berdasarkan voting atau bahasa lainnya pemungutan suara. Sayangnya walaupun jika berjalan lancar akan menghasilkan hasil yang terbaik, musyawarah hampir mustahil untuk diterapkan jika melibatkan banyak orang. Hehehe….
Banyak yang bisa dinikmati dari musyawarah, yang pertama tentu saja karena waktu yang lama. Hehehe…. Becanda?? tidak, saya serius! Waktu yang lama itu bisa kita jadikan momen kumpul-kumpul yang pas terlebih lagi tujuannya untuk menyamakan pikiran demi tujuan bersama. Dalam musyawarah angkatan misalnya, bukankah menyenangkan ketika membicarakan suatu masalah dan menemukan solusinya bersama-sama. Tidak hanya bisa dijadikan waktu rehat ditengah-tengah kuliah, namun juga ampuh untuk merapatkan kembali silaturahim yang mungkin sedikit renggang.
Hal lainnya yang bisa dinikmati dari musyawarah, khususnya ketika memusyawarahkan untuk memilih pemimpin adalah melihat para kandidat pemimpin (yang umumnya lebih dari satu) saling mendukung satu sama lain. Sikap rendah hati para calon pemimpin lebih sering terlihat jika proses pemilihannya secara musyawarah ketimbang pada proses pemungutan suara yang biasanya para kandidat menganggap dirinya lebih baik dari kandidat yang lain. Yup, umumnya pemimpin yang terpilih berdasarkan musyawarah akan tetap bekerja sama dengan kandidat lain yang tidak terpilih. Bandingkan dengan proses eleksi (voting), setiap kandidat sudah menyiapkan struktur timnya sendiri, dan hampir bisa dipastikan nama kandidat yang lain tidak ada didalam daftar timnya.
Indahnya jika segala hal bisa diputuskan berdasarkan musyawarah, seperti kata-kata pada spanduk yang pernah saya lihat yang kurang lebih berbunyi “Pemilihan ini berdasarkan Seleksi bukan Eleksi”. Memang tidak mungkin jika harus menerapkan musyawarah dalam suatu komunitas yang besar, tapi paling tidak kita bisa membiasakan musyawarah itu dalam komunitas kecil yang ada disekitar kita. Sebagai penutup, satu rangkaian kata menarik yang pernah saya dengar adalah “Perbedaan itu tidak bisa kita hindari, namun kita bisa mengarahkan perbedaan tersebut menuju ke sebuah visi bersama.”
Pingback: Hasil Pemungutan Suara DPM dan BEM Fasilkom UI, serta Pemilihan Ketua FUKI | Berliyanto()